Perusahan dengan Pola PIR Diminta Tanggap atas Keluhan Petani Plasma

Editor: Redaksi author photo

Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Sekadau, Bambang Setiawan 
Sekadau Kalbar, Borneopost.id -Perkebunan Inti Rakyat (PIR) adalah pola pengembangan perkebunan rakyat di wilayah lahan bukaan baru dengan perkebunan besar sebagai inti yang membangun dan membimbing perkebunan rakyat disekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkelanjutan.  Perkebunan inti rakyat merupakan salah satu bentuk dari pertanian kontrak (bahasa Inggris: contract farming). Perkebunan inti sering dikombinasikan dengan program transmigrasi.

Melalui Inpres nomor 1 tahun 1986 pola ini diperluas yang dikaitkan dengan program Transmigrasi dengan PIR-Trans.  Di wilayah sekitar perkebunan sawit dibuat PIR KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota).

Pertanian kontrak dimaksud diatas adalah, ketika sudah selesai masa kontrak/masa kredit maka lahan plasma dikembalikan ke petani plasma, perusahaan hanya mengurus/merawat lahan inti saja. Tandan Buah Segar (TBS) sawit plasma wajib dijual ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) perusahaan yang bersangkutan karena sebagai petani mitra perusahaan.

Namun kenyataannya, tidak semua petani plasma mampu mampu merawat infrastruktur kebunnya sendiri. Akhirnya jalan kebun tidak dipelihara, petani plasma mengeluh.

Di Kabupaten Sekadau, ada beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menggunakan pola ini. Salah satunya, PT. Kalimantan Sanggar Pusaka (KSP) di wilayah Kecamatan Belitang dan Belitang Hulu.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Sekadau, Bambang Setiawan meminta perusahaan yang menganut pola ini tanggap dengan keluhan petani, karena bagaimanapun petani plasma merupakan mitra perusahaan.

"Artinya Perusahaan memiliki hak dan petani memiliki kewajiban dan sebaliknya," kata Bambang Setiawan, kata Bambang Setiawan, Jum'at 23/9/2022).

Legislator Partai PDI Perjuangan ini juga mengatakan Permasalahan yang timbul saat ini adalah terkait pemeliharaan kebun plasma yang boleh dikatakan terlantar dan minimnya pemeliharaan infrastruktur.

"Kami menghimbau kepada Perusahaan agar membantu dalam pemeliharaan infrastruktur dan dalam proses kemitraan tersebut petani juga punya kewajiban untuk menjual Tandan Buah Segar (TBS) kepada Perusahaan yang menjadi mitranya," imbaunya. 

Bambang mengungkapkan bahwa saat ini dengan banyaknya jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) kadang kala petani lebih memilih menjual TBS ke PKS yang harganya tinggi, terdekat, akses cepat dan lancar.

"Hal inilah yang menjadi kendala dan kita akan berusaha untuk mencari solusi agar tata Niaga berjalan sehat di Kabupaten Sekadau," ungkapnya.

"Kita menekankan agar infrastruktur kebun itu dibenahi secepatnya ditahun ini
Karena kita telah melakukan rapat-rapat bersama perusahaan untuk mengingatkan kemudian kita juga telah mewadahi mereka untuk rapat bersama petani dan telah dituangkan juga dalam berita acara dan hal ini harus dituntaskan tahun ini juga," pungkas. (Novi).

Share:
Komentar

Berita Terkini